contact
Test Drive Blog
twitter
rss feed
blog entries
log in

Kamis, 17 Januari 2013

Seiring dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan. Orang yang menyampaikan dakwah bukan hanya melalui mimbar atau langsung face to face akan tetapi bisa berdakwah melalui bebarapa cara yaitu, media elektronik, cetak, dan online. Khususnya sekarang kita membicarakan tentang dunia cyber atau dunia maya yang lebih dikenal oleh orang kebayankan adalah dengan sebutan internet. Internet adalah salah satu media untuk menyampaikan dakwah atau kebaikan dimana para da’i atau juru dakwah berlomba-lomba mecari perhatian ummatnya, dan dakwah melalui internet. Mengenai berdakwah melalui internet ini juga di lakukan oleh dua media online yang sama-sama mengatas namakan islam akan tetapi berbeda cara pandang, dimana website yang dimaksud adalah arrahman.com dan islamlib.com dimana dua website ini saya baca sangat berbeda dalam membaca masalah khususnya tentang keislaman. Islamlib.com yang menekankan toleransi dan hak-hak dalam beragama sedangkan arrahman.com membicarakan tentang perjuangan islam yang lebih menekankan tentang jihad dimana jihad yang dimaknai oleh orang kebanyakan yang selalu menggunakan senjata dan bom.

0
Kamis, 17 Mei 2012

Assalamualaikum blogger maniak, bagi anda yang menginginkan blogmu tampil beda, saya berbagi sedikit bagai mana caranya menggati icon blog sesuai dengan kehendak hati, atau pakai foto sendiri juga bisa, langkahnya sebagai berikut: 1. Login ke blog anda dulu, lalu kelik Edit HTML atau biar gak bingung-bingung klik saja gambar disamping ini Image and video hosting by TinyPic

0
Jumat, 11 Mei 2012

0
Kamis, 10 Mei 2012

Tokoh yang memperkenalkan Mind Map adalah Tong Buzan Manfaat Mind Map: 1. Memaksimalkan fungsi otak kanan dan otak kiri 2. Mengingat waktu jangka panjang 3. Merumuskan maslah Mind Map adalah cara mudah menggali informasi dari dalam dan dari luar otak kita. - Mind Map adalah cara baru belajar dan berlatih yang cepat dan ampuh. - Mind Map adalah cara membuat catatan yang tidak membosankan. - Mind Map adalah cara terbaik untuk mendapatkan ide baru dan merencanakan kegiatan. Sebuah Mind Mapping dibuat oleh kata-kata, warna, garis, dan gambar. Menyusunnya mudah sekali. Dan Mind Map bisa menolong kita untuk : • Lebih baik dalam mengingat. • Mendapatkan ide brilliant. • Menghemat waktu dan memanfaatkan waktu yang kita miliki dengan sebaik-baiknya. • Mendapatkan nilai yang lebih bagus. • Mengatur pikiran kita, hobi, dan hidupmu. • Lebih banyak bersenang-senang. Yuk kita Gunakan Mind Mapping dalam belajar agar dahsyat ingatanmu Cara memaksimalkan otak kanan dan otak kiri

0
Selasa, 08 November 2011

DRAMATURGI (Erving Goffman)
Pernyataan paling terkenal Goffman tentang teori dramaturgis berupa buku Presentation of Self in Everyday Life, diterbitkan tahun 1959. Secara ringkas dramaturgis merupakan pandangan tentang kehidupan sosial sebagai serentetan pertunjukan drama dalam sebuah pentas. Istilah Dramaturgi kental dengan pengaruh drama atau teater atau pertunjukan fiksi diatas panggung dimana seorang aktor memainkan karakter manusia-manusia yang lain sehingga penonton dapat memperoleh gambaran kehidupan dari tokoh tersebut dan mampu mengikuti alur cerita dari drama yang disajikan.
Dalam Dramaturgi terdiri dari Front stage (panggung depan) dan Back Stage (panggung belakang). Front Stage yaitu bagian pertunjukan yang berfungsi mendefinisikan situasi penyaksi pertunjukan. Front stage dibagi menjadi 2 bagian, Setting yaitu pemandangan fisik yang harus ada jika sang actor memainkan perannya. Dan Front Personal yaitu berbagai macam perlengkapan sebagai pembahasa perasaan dari sang actor. Front personal masih terbagi menjadi dua bagian, yaitu Penampilan yang terdiri dari berbagai jenis barang yang mengenalkan status social actor. Dan Gaya yang berarti mengenalkan peran macam apa yang dimainkan actor dalam situasi tertentu. Back stage (panggung belakang) yaitu ruang dimana disitulah berjalan scenario pertunjukan oleh “tim” (masyarakat rahasia yang mengatur pementasan masing-masing actor)
Goffman mendalami dramaturgi dari segi sosiologi. Beliau menggali segala macam perilaku interaksi yang kita lakukan dalam pertunjukan kehidupan kita sehari-hari yang menampilkan diri kita sendiri dalam cara yang sama dengan cara seorang aktor menampilkan karakter orang lain dalam sebuah pertunjukan drama. Cara yang sama ini berarti mengacu kepada kesamaan yang berarti ada pertunjukan yang ditampilkan. Goffman mengacu pada pertunjukan sosiologi. Pertunjukan yang terjadi di masyarakat untuk memberi kesan yang baik untuk mencapai tujuan. Tujuan dari presentasi dari Diri – Goffman ini adalah penerimaan penonton akan manipulasi. Bila seorang aktor berhasil, maka penonton akan melihat aktor sesuai sudut yang memang ingin diperlihatkan oleh aktor tersebut. Aktor akan semakin mudah untuk membawa penonton untuk mencapai tujuan dari pertunjukan tersebut. Ini dapat dikatakan sebagai bentuk lain dari komunikasi. Karena komunikasi sebenarnya adalah alat untuk mencapai tujuan. Bila dalam komunikasi konvensional manusia berbicara tentang bagaimana memaksimalkan indera verbal dan non-verbal untuk mencapai tujuan akhir komunikasi, agar orang lain mengikuti kemauan kita. Maka dalam dramaturgis, yang diperhitungkan adalah konsep menyeluruh bagaimana kita menghayati peran sehingga dapat memberikan feedback sesuai yang kita mau. Perlu diingat, dramatugis mempelajari konteks dari perilaku manusia dalam mencapai tujuannya dan bukan untuk mempelajari hasil dari perilakunya tersebut. Dramaturgi memahami bahwa dalam interaksi antar manusia ada “kesepakatan” perilaku yang disetujui yang dapat mengantarkan kepada tujuan akhir dari maksud interaksi sosial tersebut. Bermain peran merupakan salah satu alat yang dapat mengacu kepada tercapainya kesepakatan tersebut.
Dalam teori Dramatugis menjelaskan bahwa identitas manusia adalah tidak stabil dan merupakan setiap identitas tersebut merupakan bagian kejiwaan psikologi yang mandiri. Identitas manusia bisa saja berubah-ubah tergantung dari interaksi dengan orang lain. Disinilah dramaturgis masuk, bagaimana kita menguasai interaksi tersebut. Dalam dramaturgis, interaksi sosial dimaknai sama dengan pertunjukan teater. Manusia adalah aktor yang berusaha untuk menggabungkan karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain melalui “pertunjukan dramanya sendiri”. Dalam mencapai tujuannya tersebut, menurut konsep dramaturgis, manusia akan mengembangkan perilaku-perilaku yang mendukung perannya tersebut. Selayaknya pertunjukan drama, seorang aktor drama kehidupan juga harus mempersiapkan kelengkapan pertunjukan. Kelengkapan ini antara lain memperhitungkan setting, kostum, penggunakan kata (dialog) dan tindakan non verbal lain, hal ini tentunya bertujuan untuk meninggalkan kesan yang baik pada lawan interaksi dan memuluskan jalan mencapai tujuan. Oleh Goffman, tindakan diatas disebut dalam istilah “impression management”. Goffman juga melihat bahwa ada perbedaan akting yang besar saat aktor berada di atas panggung (“front stage”) dan di belakang panggung (“back stage”) drama kehidupan. Kondisi akting di front stage adalah adanya penonton (yang melihat kita) dan kita sedang berada dalam bagian pertunjukan. Saat itu kita berusaha untuk memainkan peran kita sebaik-baiknya agar penonton memahami tujuan dari perilaku kita. Perilaku kita dibatasi oleh oleh konsep-konsep drama yang bertujuan untuk membuat drama yang berhasil (lihat unsur-unsur tersebut pada impression management diatas). Sedangkan back stage adalah keadaan dimana kita berada di belakang panggung, dengan kondisi bahwa tidak ada penonton. Sehingga kita dapat berperilaku bebas tanpa mempedulikan plot perilaku bagaimana yang harus kita bawakan. Contohnya, seorang teller senantiasa berpakaian rapi menyambut nasabah dengan ramah, santun, bersikap formil dan perkataan yang diatur. Tetapi, saat istirahat siang, sang teller bisa bersikap lebih santai, bersenda gurau dengan bahasa gaul dengan temannya atau bersikap tidak formil lainnya (ngerumpi, dsb). Saat teller menyambut nasabah, merupakan saat front stage baginya (saat pertunjukan). Tanggung jawabnya adalah menyambut nasabah dan memberikan pelayanan kepada nasabah tersebut. Oleh karenanya, perilaku sang teller juga adalah perilaku yang sudah digariskan skenarionya oleh pihak manajemen. Saat istirahat makan siang, teller bebas untuk mempersiapkan dirinya menuju babak ke dua dari pertunjukan tersebut. Karenanya, skenario yang disiapkan oleh manajemen adalah bagaimana sang teller tersebut dapat refresh untuk menjalankan perannya di babak selanjutnya.
Sebelum berinteraksi dengan orang lain, seseorang pasti akan mempersiapkan perannya dulu, atau kesan yang ingin ditangkap oleh orang lain. Kondisi ini sama dengan apa yang dunia teater katakan sebagai “breaking character”. Dengan konsep dramaturgis dan permainan peran yang dilakukan oleh manusia, terciptalah suasana-suasana dan kondisi interaksi yang kemudian memberikan makna tersendiri. Munculnya pemaknaan ini sangat tergantung pada latar belakang sosial masyarakat itu sendiri. Terbentuklah kemudian masyarakat yang mampu beradaptasi dengan berbagai suasana dan corak kehidupan. Masyarakat yang tinggal dalam komunitas heterogen perkotaan, menciptakan panggung-panggung sendiri yang membuatnya bisa tampil sebagai komunitas yang bisa bertahan hidup dengan keheterogenannya. Begitu juga dengan masyarakat homogen pedesaan, menciptakan panggung-panggung sendiri melalui interaksinya, yang terkadang justru membentuk proteksi sendiri dengan komunitas lainnya. Apa yang dilakukan masyarakat melalui konsep permainan peran adalah realitas yang terjadi secara alamiah dan berkembang sesuai perubahan yang berlangsung dalam diri mereka. Permainan peran ini akan berubah-rubah sesuai kondisi dan waktu berlangsungnya. Banyak pula faktor yang berpengaruh dalam permainan peran ini, terutama aspek sosial psikologis yang melingkupinya.
Dramarturgi hanya dapat berlaku di institusi total,Institusi total maksudnya adalah institusi yang memiliki karakter dihambakan oleh sebagian kehidupan atau keseluruhan kehidupan dari individual yang terkait dengan institusi tersebut, dimana individu ini berlaku sebagai sub-ordinat yang mana sangat tergantung kepada organisasi dan orang yang berwenang atasnya. Ciri-ciri institusi total antara lain dikendalikan oleh kekuasan (hegemoni) dan memiliki hierarki yang jelas. Contohnya, sekolah asrama yang masih menganut paham pengajaran kuno (disiplin tinggi), kamp konsentrasi (barak militer), institusi pendidikan, penjara, pusat rehabilitasi (termasuk didalamnya rumah sakit jiwa, biara, institusi pemerintah, dan lainnya. Dramaturgi dianggap dapat berperan baik pada instansi-instansi yang menuntut pengabdian tinggi dan tidak menghendaki adanya “pemberontakan”. Karena di dalam institusi-institusi ini peran-peran sosial akan lebih mudah untuk diidentifikasi. Orang akan lebih memahami skenario semacam apa yang ingin dimainkan. Bahkan beberapa ahli percaya bahwa teori ini harus dibuktikan dahulu sebelum diaplikasikan.
Teori ini juga dianggap tidak mendukung pemahaman bahwa dalam tujuan sosiologi ada satu kata yang seharusnya diperhitungkan, yakni kekuatan “kemasyarakatan”. Bahwa tuntutan peran individual menimbulkan clash bila berhadapan dengan peran kemasyarakatan. Ini yang sebaiknya dapat disinkronkan.
Dramaturgi dianggap terlalu condong kepada positifisme. Penganut paham ini menyatakan adanya kesamaan antara ilmu sosial dan ilmu alam, yakni aturan. Aturan adalah pakem yang mengatur dunia sehingga tindakan nyeleneh atau tidak dapat dijelaskan secara logis merupakan hal yang tidak patut.

Teori dramaturgi menjelaskan bahwa identitas manusia adalah tidak stabil dan merupakan setiap identitas tersebut merupakan bagian kejiwaan psikologi yang mandiri. Identitas manusia bisa saja berubah-ubah tergantung dari interaksi dengan orang lain. Disinilah dramaturgis masuk, bagaimana kita menguasai interaksi tersebut. Dalam dramaturgis, interaksi sosial dimaknai sama dengan pertunjukan teater. Manusia adalah aktor yang berusaha untuk menggabungkan karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain melalui “pertunjukan dramanya sendiri”. Dalam mencapai tujuannya tersebut, menurut konsep dramaturgis, manusia akan mengembangkan perilaku-perilaku yang mendukung perannya tersebut. Selayaknya pertunjukan drama, seorang aktor drama kehidupan juga harus mempersiapkan kelengkapan pertunjukan. Kelengkapan ini antara lain memperhitungkan setting, kostum, penggunakan kata (dialog) dan tindakan non verbal lain, hal ini tentunya bertujuan untuk meninggalkan kesan yang baik pada lawan interaksi dan memuluskan jalan mencapai tujuan. Oleh Goffman, tindakan diatas disebut dalam istilah “impression management”. Goffman juga melihat bahwa ada perbedaan akting yang besar saat aktor berada di atas panggung (“front stage”) dan di belakang panggung (“back stage”) drama kehidupan. Kondisi akting di front stage adalah adanya penonton (yang melihat kita) dan kita sedang berada dalam bagian pertunjukan. Saat itu kita berusaha untuk memainkan peran kita sebaik-baiknya agar penonton memahami tujuan dari perilaku kita. Perilaku kita dibatasi oleh oleh konsep-konsep drama yang bertujuan untuk membuat drama yang berhasil (lihat unsur-unsur tersebut pada impression management diatas). Sedangkan back stage adalah keadaan dimana kita berada di belakang panggung, dengan kondisi bahwa tidak ada penonton. Sehingga kita dapat berperilaku bebas tanpa mempedulikan plot perilaku bagaimana yang harus kita bawakan. Contohnya, seorang front liner hotel senantiasa berpakaian rapi menyambut tamu hotel dengan ramah, santun, bersikap formil dan perkataan yang diatur. Tetapi, saat istirahat siang, sang front liner bisa bersikap lebih santai, bersenda gurau dengan bahasa gaul dengan temannya atau bersikap tidak formil lainnya (merokok, dsb). Saat front liner menyambut tamu hotel, merupakan saat front stage baginya (saat pertunjukan). Tanggung jawabnya adalah menyambut tamu hotel dan memberikan kesan baik hotel kepada tamu tersebut. Oleh karenanya, perilaku sang front liner juga adalah perilaku yang sudah digariskan skenarionya oleh pihak manajemen hotel. Saat istirahat makan siang, front liner bebas untuk mempersiapkan dirinya menuju babak ke dua dari pertunjukan tersebut. Karenanya, skenario yang disiapkan oleh manajemen hotel adalah bagaimana sang front liner tersebut dapat refresh untuk menjalankan perannya di babak selanjutnya. Sebelum berinteraksi dengan orang lain, seseorang pasti akan mempersiapkan perannya dulu, atau kesan yang ingin ditangkap oleh orang lain. Kondisi ini sama dengan apa yang dunia teater katakan sebagai “breaking character”. Dengan konsep dramaturgis dan permainan peran yang dilakukan oleh manusia, terciptalah suasana-suasana dan kondisi interaksi yang kemudian memberikan makna tersendiri. Munculnya pemaknaan ini sangat tergantung pada latar belakang sosial masyarakat itu sendiri. Terbentuklah kemudian masyarakat yang mampu beradaptasi dengan berbagai suasana dan corak kehidupan. Masyarakat yang tinggal dalam komunitas heterogen perkotaan, menciptakan panggung-panggung sendiri yang membuatnya bisa tampil sebagai komunitas yang bisa bertahan hidup dengan keheterogenannya. Begitu juga dengan masyarakat homogen pedesaan, menciptakan panggung-panggung sendiri melalui interaksinya, yang terkadang justru membentuk proteksi sendiri dengan komunitas lainnya. Apa yang dilakukan masyarakat melalui konsep permainan peran adalah realitas yang terjadi secara alamiah dan berkembang sesuai perubahan yang berlangsung dalam diri mereka. Permainan peran ini akan berubah-rubah sesuai kondisi dan waktu berlangsungnya. Banyak pula faktor yang berpengaruh dalam permainan peran ini, terutama aspek sosial psikologis yang melingkupinya.


Erving Goffman, lahir di Alberta, Canada pada 11 Juni 1922. Mendapat gelar S1 dari Univ. Toronto menerima gelar doctor dari Univ. Chicago. Beliau wafat pada tahun 1982 ketika sedang mengalami kejayaan sebagai tokoh sosiologi dan pernah menjadi professor dijurusan sosiologi Univ. Calivornia Barkeley serta ketua liga Ivy Univ. Pennsylvania. Erving Goffman, dianggap sebagai pemikir utama terakhir Chicago asli (Travers, 1922: Tselon, 1992); Fine dan Manning (2000) memandangnya sebagai sosiolog Amerika paling berpengaruh di abad 20. Antara 1950-an dan 1970-an Goofman menerbitkan sederetan buku dan esai yang melahirkan analisis dragmatis sebagai cabang interaksionisme simbolik. Walau Goffman mengalihkan perhatiannya di tahun-tahun berikutnya, ia tetap paling terkenal karena teoridramtugisnya.

0

EKOMUNIKASI INTERPERSONAL
Pengertian komunikasi Interpersonal
Kita dapat memahami makna atau pengertian dari komunikasi interpersonal dengan mudah jika sebelumnya kita sudah memahami makna atau pengertian dari komunikasi intrapersonal. Seperti menganonimkan saja, komunikasi intrapersonal dapat diartikan sebagai penggunaan bahasa atau pikiran yang terjadi di dalam diri komunikator sendiri. Jadi dapat diartikan bahwa komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang membutuhkan pelaku atau personal lebih dari satu orang. R Wayne Pace mengatakan bahwa komunikasi interpersonal adalah Proses komunikasi yang berlangsung antara 2 orang atau lebih secara tatap muka.
Komunikasi Interpersonal menuntut berkomunikasi dengan orang lain. Komunikasi jenis ini dibagi lagi menjadi komunikasi diadik, komunikasi publik, dan komunikasi kelompok kecil.
Komunikasi Interpersonal juga berlaku secara kontekstual bergantung kepada keadaan, budaya, dan juga konteks psikologikal. Cara dan bentuk interaksi antara individu akan tercorak mengikuti keadaan-keadaan ini.
Sistem Komunikasi Interpersonal
Menurut Drs. Jalaluddin Rahmat, M.Sc. lewat bukunya yang berjudul Psikologi Komunikasi, beliau menjelaskan tentang sistem dalam komunikasi interpersonal seperti:
• Persepsi Interpersonal
• Konsep Diri
• Atraksi Interpersonal
Hubungan Interpersonal
Komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan interpersonal yang baik. Kegagalan komunikasi sekunder terjadi, bila isi pesan kita dipahami, tetapi hubungan di antara komunikan menjadi rusak. Anita Taylor mengatakan Komunikasi interpersonal yang efektif meliputi banyak unsur, tetapi hubungan interpersonal barangkali yang paling penting.
Untuk menumbuhkan dan meningkatkan hubungan interpersonal, kita perlu meningkatkan kualitas komunikasi.
• Percaya (trust)
Bila seseorang punya perasaan bahwa dirinya tidak akan dirugikan, tidak akan dikhianati, maka orang itu pasti akan lebih mudah membuka dirinya. Percaya pada orang lain akan tumbuh bila ada faktor-faktor sebagai berikut:
– Karakteristik dan maksud orang lain, artinya orang tersebut memiliki kemampuan, keterampilan, pengalaman dalam bidang tertentu. Orang itu memiliki sifat-sifat bisa diduga, diandalkan, jujur dan konsisten.
– Hubungan kekuasaan, artinya apabila seseorang mempunyai kekuasaan terhadap orang lain, maka orang itu patuh dan tunduk.
– Kualitas komunikasi dan sifatnya mengambarkan adanya keterbukaan. Bila maksud dan tujuan sudah jelas, harapan sudah dinyatakan, maka sikap percaya akan muncul.
• Perilaku suportif
Perilaku suportif akan meningkatkan kualitas komunikasi. Beberapa ciri perilaku suportif yaitu:
– Evaluasi dan deskripsi: maksudnya, kita tidak perlu memberikan kecaman atas kelemahan dan kekurangannya.
– Orientasi masalah: mengkomunikasikan keinginan untuk kerja sama, mencari pemecahan masalah. Mengajak orang lain bersama-sama menetapkan tujuan dan menetukan cara mencapai tujuan.
– Spontanitas: sikap jujur dan dianggap tidak menyelimuti motif yang pendendam.
• Sikap terbuka
Sikap terbuka, kemampuan menilai secara obyektif, kemampuan membedakan dengan mudah, kemampuan melihat nuansa, orientasi ke isi, pencarian informasi dari berbagai sumber, kesediaan mengubah keyakinannya, profesional dll.
Komunikasi ini dapat dihalangi oleh gangguan komunikasi dan oleh kesombongan, sifat malu dll.

Sumber-sumber:
• http://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi_interpersonal
• Buku Psikologi Komunikasi, karangan Drs. Jalaluddin Rahmat, M.Sc. Penerbit Rosda
• Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antara individu-individu (Littlejohn, 1999).
– Bentuk khusus dari komunikasi antarpribadi ini adalah komunikasi diadik yang melibatkan hanya dua orang secara tatap-muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal, seperti suami-isteri, dua sejawat, dua sahabat dekat, seorang guru dengan seorang muridnya, dan sebagainya.
– Steward L. Tubbs dan Sylvia Moss (dalam Deddy Mulyana, 2005) mengatakan ciri-ciri komunikasi diadik adalah:
– Peserta komunikasi berada dalam jarak yang dekat;
– Peserta komunikasi mengirim dan menerima pesan secara simultan dan spontan, baik secara verbal maupun nonverbal.
• Komunikasi antarpribadi sangat potensial untuk menjalankan fungsi instrumental sebagai alat untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain, karena kita dapat menggunakan kelima lat indera kita untuk mempertinggi daya bujuk pesan yang kita komunikasikan kepada komunikan kita. Sebagai komunikasi yang paling lengkap dan paling sempurna, komunikasi antarpribadi berperan penting hingga kapanpun, selama manusia masih mempunyai emosi. Kenyataannya komunikasi tatap-muka ini membuat manusia merasa lebih akrab dengan sesamanya, berbeda dengan komunikasi lewat media massa seperti surat kabar, televisi, ataupun lewat teknologi tercanggihpun.
• Jalaludin Rakhmat (1994) meyakini bahwa komunikasi antarpribadi dipengaruhi oleh persepsi interpersonal; konsep diri; atraksi interpersonal; dan hubungan interpersonal.
• Persepsi interpersonal
• Persepsi adalah memberikan makna pada stimuli inderawi, atau menafsirkan informasi inderawi. Persepi interpersonal adalah memberikan makna terhadap stimuli inderawi yang berasal dari seseorang(komunikan), yang berupa pesan verbal dan nonverbal. Kecermatan dalam persepsi interpersonal akan berpengaruh terhadap keberhasilan komunikasi, seorang peserta komunikasi yang salah memberi makna terhadap pesan akan mengakibat kegagalan komunikasi.
• Konsep diri
• Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Konsep diri yang positif, ditandai dengan lima hal, yaitu:
– a. Yakin akan kemampuan mengatasi masalah;
– b. Merasa stara dengan orang lain;
– c. Menerima pujian tanpa rasa malu;
– d. Menyadari, bahwa setiap orang mempunyai
berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang
tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat;
– e. Mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup
mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang
tidak disenanginya dan berusaha mengubah.
Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam komunikasi antarpribadi, yaitu:
• Karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Bila seseorang mahasiswa menganggap dirinya sebagai orang yang rajin, ia akan berusaha menghadiri kuliah secara teratur, membuat catatan yang baik, mempelajari materi kuliah dengan sungguh-sungguh, sehingga memperoleh nilai akademis yang baik.
• Membuka diri. Pengetahuan tentang diri kita akan meningkatkan komunikasi, dan pada saat yang sama, berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan pengetahuan tentang diri kita. Dengan membuka diri, konsep diri menjadi dekat pada kenyataan. Bila konsep diri sesuai dengan pengalaman kita, kita akan lebih terbuka untuk menerima pengalaman-pengalaman dan gagasan baru.
• Percaya diri. Ketakutan untuk melakukan komunikasi dikenal sebagai communication apprehension. Orang yang aprehensif dalam komunikasi disebabkan oleh kurangnya rasa percaya diri. Untuk menumbuhkan percaya diri, menumbuhkan konsep diri yang sehat menjadi perlu.
• Selektivitas. Konsep diri mempengaruhi perilaku komunikasi kita karena konsep diri mempengaruhi kepada pesan apa kita bersedia membuka diri (terpaan selektif), bagaimana kita mempersepsi pesan (persepsi selektif), dan apa yang kita ingat (ingatan selektif). Selain itu konsep diri juga berpengaruh dalam penyandian pesan (penyandian selektif).
• Atraksi interpersonal
• Atraksi interpersonal adalah kesukaan pada orang lain, sikap positif dan daya tarik seseorang. Komunkasi antarpribadi dipengaruhi atraksi interpersonal dalam hal:
– Penafsiran pesan dan penilaian. Pendapat dan penilaian kita terhadap orang lain tidak semata-mata berdasarkan pertimbangan rasional, kita juga makhluk emosional. Karena itu, ketika kita menyenangi seseorang, kita juga cenderung melihat segala hal yang berkaitan dengan dia secara positif. Sebaliknya, jika membencinya, kita cenderung melihat karakteristiknya secara negatif.
– Efektivitas komunikasi. Komunikasi antarpribadi dinyatakan efektif bila pertemuan komunikasi merupakan hal yang menyenangkan bagi komunikan. Bila kita berkumpul dalam satu kelompok yang memiliki kesamaan dengan kita, kita akan gembira dan terbuka. Bila berkumpul dengan denganorang-orang yang kita benci akan membuat kita tegang, resah, dan tidak enak. Kita akan menutup diri dan menghindari komunikasi.
• Hubungan interpersonal
• Hubungan interpersonal dapat diartikan sebagai hubungan antara seseorang dengan orang lain. Hubungan interpersonal yang baik akan menumbuhkan derajad keterbukaan orang untuk mengungkapkan dirinya, makin cermat persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya, sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung di antara peserta komunikasi.
• Miller (1976) dalam Explorations in Interpersonal Communication, menyatakan bahwa ”Memahami proses komunikasi interpersonal menuntut hubungan simbiosis antara komunikasi dan perkembangan relasional, dan pada gilirannya (secara serentak), perkembangan relasional mempengaruhi sifat komunikasi antara pihak-pihak yang terlibat dalam hubungan tersebut.”
• Lebih jauh, Jalaludin Rakhmat (1994) memberi catatan bahwa terdapat tiga faktor dalam komunikasi antarpribadi yang menumbuhkan hubungan interpersonal yang baik, yaitu:
a. Percaya;
b. sikap suportif; dan
c. sikap terbuka.
• Daftar pustaka
• Deddy Mulyana, 2005, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Bandung: Remaja Rosdakarya.
• Jalaludin Rakhmat, 1994, Psikologi Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya.
• Littlejohn, 1999, Theories of Human Communication, Belmont, California: Wadsworth Publishing Company.

0

PENDAHULUAN

Puji syukur ke hadirat Allah Swt, yang telah memberikan nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas makalah ini yang di berikan oleh dosen, walaupun makalah ini jauh dari kata sempurna, dan mudah-mudahan dengan makalah ini kita semua dapat megambil pelajaran yang bermanfaat, dan disini penulis di percayai oleh dosen pengampu untuk membahas tetang Jurnalistik dan Pers, mulai dari sejarah jurnalistik, pengertian pers, dan falsafah pers, dan penulis mecoba untuk menulis sejarah pers mulai dari zaman romawi kuno sampai jurnalistik modern.

Dan penulis juga membahas sedikit tentang perkembangan jurnalistik yang ada di Indonesia sendiri, karna kita sebagai warga Negara Indonesia supaya sedikit tahu bagaimana sejarah perkembangan pers yang ada di Indonesia itu sendiri, dan apabila ada kekeliruan mohon untuk memberikan koreksi karna penulis belum bisa menyajikan bagaimana makalah yang sempurna, terimakasih dan wassalam

Penulis

Hanapi dkk.










A. SEJARAH JURNALISTIK

1. Zaman Romawi Kuno
, Seperti yang kita ketahui sejarah adalah cerita dari sebuah cerita yang telah terjadi di masa yang lalu, dan penulis akan mencoba utuk menguraikan sedikit sejarah tentang jurnalistik.
Jurnalistik adalah praktek komunikasi massa tertua ke dua setelah retorika. Praktik jurnalistik ini diperkirakan telah ada sejak zaman Babylonia, di mana telah ada penulis sejarah yang menyusun cerita tentang kejadian sehari-hari. Begitu juga di Mesir praktik junalistik telah ada sekitar 3.700 tahun lalu dengan adanya tulisan-tulisan tentang berbagai pristiwa yang dipahat pada makam-makam raja.
Tetapi yang pasti menurut ahli sejarah, praktek jurnalistik telah ada pada zaman Romawi sebelum Julius Ceasar memangku jabatan sebagai konsul 59 tahun sebelum masehi. Peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada masa itu di tulis oleh penduduk di atas papan kemudian digantung di depan rumahnya agar orang lain dapat mengetahuinya.
Praktek mengumumkan peristiwa-peristiwa penting seperti ini kemudian di teruskan oleh Julius Caesar dengan memasang papan pengumuman di tempat-tempat umum. Papan pengumuman itu disebut Acta Diurna, berisi tentang berita-berita resmi pemerintah, pengadilan, gempa bumi dan peristiwa-peristiwa penting lainnya. Papan pengumuman ini terbuka untuk umum dan setiap orang berhak membacanya, bahkan bisa mengutipnya dan menyebarkan kepada orang lain.
Oleh karna orang-orang kaya di Romawi pada waktu itu umumnya sibuk berdagang dan tidak sempat datang membaca pengumuman-pengumuman yang di pasang di Acta Diurna, begitu pula untuk datang menyaksikan sidang-sidang pengadilan yang dilaksanakan di dewan kota, maka mereka menyuruh orang-orangnya datang membaca dan meliput peristiwa-peristiwa tersebut kemudian melaporkan kepada majikannya. Dengan demikian praktik jurnalistik untuk mengumpulkan dan menyampaikan berita telah ada pada zaman Romawi. Ini berarti praktik jurnalistik lebih tua usianya daripada surat kabar, sedangkan nama jurnalistik yang banyak di ketahui hari ini sebagai praktek kewartawanan berasal dari nama Diurna, dengan sebutan yang lebih fasih jurnalistik.
Di antara pengumpul berita pada masa itu yang terkenal adalah Chrestus dan Caclius Rufus, dimana salah seorang langganannya adalah konsul Cicero yang terkenal sebagai ahli pidato. Cicero tertarik pada laporan-laporan yang di buat oleh Chrestus, terutama laporan tentang jalannya sidang senat di dewan kota dan berita-berita sensasi yang menggambarkan kepahlawanan orang-orang Romawi.
Jadi sejak zaman Romawi telah ada pembaca berita yang kurang senang pada hal-hal yang sudah basi. Dengan kata lain, faktor aktualitas berita sudah menjadi faktor pertimbangan pembaca jauh sebelumnya. Papan pengumuman Acta Diurna diperkirakan bertahan hingga lima abad lamanya, kemudian di gantikan dengan surat-surat selebaran berupa surat-surat dagang yang muncul pada abad pertengahan (400-1050)
Dalam masa ini juga muncul surat-surat selebaran seperti pamphlet, ballad, newslatter, political tract, gazette dan semacamnya. Surat-surat selebaran ini selain memuat tentang masalah-masalah pemerintahan juga tentang masalah-masalah ekonomi. Penguasa yang mendapat keritikan secara tidak langsung sering digambarkan dalam bentuk karikatur yang lucu dengan memakai bahasa kiasan. Surat-surat selebaran ini mereka beri nama seperti Nova, Navissima, Nieumarre dan Avise.
Dari surat-surat selebaran dan surat-surat dagang inilah yang kemudian berkembang menjadi surat kabar yang ditulis dengan tangan dan di berikan kepada mereka yang berlangganan. Keadaan ini berlangsung hingga tahun 1600-an, satu setengah abad setelah alat cetak di temukan.



2. Jurnalistik Modern dan Perkembangannya
Perkembangan teknologi media cetak sesungguhnya dimulai ketaka John Gutenberg menemukan alat cetak di Mainz, Jerman pada tahun 1450. Tetapi meskipun alat cetak telah ditemukan pada masa itu, namun surat-surat kabar tertulis masih berlangsung hingga tahun 1600. Hal ini disebabkan karena surat kabar tertulis selainnya terbitnya lebih cepat, juga percetakan ketika itu lebih banyak di gunakan untuk mencetak buku-buku agama.

1. Perkembangan di Eropa
Surat kabar pertama yang berhasil dicetak di Eropa adalah Aviso di Wolfenbuttel dan Relations di Strahboung, jerman pada tahun 1609 (Kunczik, 1988), kemudian menyusul Oxport Gazette di inggris tahun 1620. Gaztte di France oleh Theophraste Renaudot di Prancis dalam tahun 1631. Theophraste sebenarnya adalah seorang dokter yang humanis. Ia mendirikan poliklinik untuk orang-orang miskin, lalu mendirikan bank simpan pinjam untuk mengatasi tukang rente, serta mendirikan surat kabar iklan Bureu d’adresses.
Surat kabar lainnya terbit di Eropa yakni surat kabar Oprechte Haarlemsche Courant di Belanda pada tahun 1656, Einkommende Zaitung (1650) dan Fankfurtes Journal (1690) juga di jerman.
Pecahnya Revolusi Prancis dalam tahun 1791 telah membawa perkembangan baru terhadap dunia persuratkabaran di Eropa. Di Prancis sendiri jumlah surat kabar sudah meningkat dari 30 buah menjadi kurang lebih 1000 penerbitan yang umumnya di terbitkan oleh tokoh-tokoh politik.
Dalam masa pemerintahan Napoleon di Prancis, surat-surat kabar tidak bebas melakukan kritik terhadap pemerintah. Banyak wartawan yang di jebloskan ke penjara bahkan di penggal. Begitu takutnya Napoleon pada surat kabar sehingga ia pernah berkata “saya lebih takut menghadapi 3 surat kabar dari pada ujung bayonet”.
Dibalik penindasan pers (surat kabar) di Prancis, justeru surat-surat kabar yang terbit di Inggris pada abad ke 18 menikmati kebebasanya. Pengaruh kebebasan pers inilah kemudian mempengaruhi benua Eropa sesudah pemrintahan Napoleon jatuh. Hal ini ditandai dengan berhasilnya didirikan Lembaga Pers Internasional di London pada tahun1789. Kemudian di hapusnya praktek-praktek sensor terhadap surat kabar baru seperti Beliner Lokal Anzeiger di jerman pada tahun 1883, London times di Inggris sebagai surat kabar yang tertinggi di Eropa, menyusul dengan terbitnya surat kabar Daily Telegraph, Morning Post, Munchester Guardian dan Evening Post.

2. Perkembangan di Amerika Serikat
Percetakan pertama di AS pertama kali di bangun pada tahun 1638 di Harvad University. Seperti halnya di Eropa, percetakan di Amerika pada mulanya juga digunakan untuk mencetak buku-buku agama. Surat kabar pertama yang dicetak muncul pada tahun 1690, yakni surat kabar Public Occurance di Boston, kira-kira 70 tahun setelah Eropa memiliki surat kabar cetak.
Sesudah Public Occurance tidak terbit, muncul surat kabar mingguan Boston Newsletter pada tahun 1704 oleh John Campbell, lalu menyusul Boston Gazette pada tahun 1719. Kedua surat kabar ini lebih banyak memuat hal-hal tentang kematian tokoh-tokoh masyarakat dan khotbah di gereja-gereja.
Tahun 1721 muncul lagi surat kabar New England Courant yang diterbitkan oleh James Franklin. Surat kabar ini banyak memuat hal-hal yang bersifat umum di kalangan masyarakat Boston. Tetapi karna ia menyerang gubernur Massuchusseett, penerbitnya James Franklin dijebloskan ke penjara lalu surat kabarnya di lanjutkan oleh adiknya Benyamin Franklin yang dalam sejarah pernah menjadi president Amerika. Dua tahun kemudian, Benyamin Franklin pindah ke Philadelpia dan memimpin surat kabar Pennsyvania Gazette.

3. Perkembangan di Asia
Ada cerita yang menyebutkan bahwa surat kabar tertua di dunia telah terbit di cina pada tahun 911. Yakni surat kabar King Pau. Tujuh abad sebelum surat kabar pertama di Eropa. Hanya saja surat kabar itu tidak di publikasikan, sehingga sejarah penerbitan surat kabar lebih banyak didominasi oleh Eropa dan Amerika Serikat.
Surat kabar yang pertama terbit di indonesia yakni Betavaise Nouvelles en Politique Raisoven Mensen pada tahun 1744 dalam bahasa belanda. Surat kabar yang berbahasa Melayu ialah Bromar-tini di surakarta pada tahun 1855, menyusul surat Bahasa Melayu di Surabaya pada tahun 1856. Sampai memasuki tahun 1920 terdapat 18 surat kabar berbahasa Belanda dan 12 surat kabar berbahasa Melayu dan lokal yang terbit di Indonesia. Di Sumatra sendiri surat kabar pertama ialah Pewarta Deli yang terbit pada tahun 1920 dan di Sulawesi Suasana Baru pada tahun 1932.
Sampai tahun 1990, jumlah penerbit surat kabar di indonesia telah mencapai tahun 1990 adalah 192 jiwa, maka proporsinya 1 surat kabar untuk 34 orang.


B. PEGERTIAN PERS
Pengertian Pers brasal dari bahasa Belanda, yang dalam bahasa inggris berarti Press. Secara harfiah pers berarti cetak dan secara maknawiah berarti penyiaran secara tercetak atau publikasi secara dicetak (printed publications).
Dalam perkembangan pers mempunyai dua pengertian, yakni pers dalam pengertian luas dan sempit. Pers dalam pengertian luas meliputi segala penerbitan, bahkan termasuk media massa elektronik, siaran radio, siaran televisi, sedangkan pers dalam arti sempit hanya terbatas pada media massa cetak, yakni surat kabar, majalah, dan buletin kantor berita.
Meskiput pers mempunyai dua pengertian seperti yang di terangkan di atas, pada umumnya orang menganggap pers itu media massa cetak; surat kabar dan majalah. Anggapan umum seperti itu disebabkan oleh cirri khas yang terdapat pada media massa itu, dan tidak dijumpai pada media yang lain.
Pers adalah lembaga kemasayarakatan (social institution). Sebagai lembaga kemasyarakatan, pers merupakan subsistem kemasyarakatan tempat ia berada bersama-sama dengan subsistem lainnya. Dengan demikian maka pers tidak hidup secara mandiri tetapi mempengaruhi dan di pengaruhi oleh lembaga kemasyarakatan lainnya.
Bersama-sama dengan lembaga kemasyarakatan lainnya itu, pers dalam keterikatan organisasi yang bernama Negara karena eksistensi pers dipengaruhi, bahkan di tentukan oleh falsafah dan system politik Negara tempata per itu hidup. Pers di Negara dan masyarakat tempat ia berada bersama mempunyai fungsi universal. Akan tetapi, sejauh mana fungsi itu dapat dilaksanakan bergantung pada falsafah dan system politik Negara tempat per itu beroprasi.
Di Negara-negara yang menganut system demokrasi yang memberikan kebebbasan kepada rakyat untuk menyatakan pendapatnya (free of expression), sampai sekarang pers tetap dianggap sebagai fourth estate. Hal ini disebabkan oleh daya persuasinya yang kuat dan pengaruhnya yang besar kepada masyarakat. Kata-kata Nopoleon Boneparte, “Aku lebih takut pada empat surat kabar yang terbit di Paris dari pada seratus serdadu dengan senapan bersungkur terhunus”, sampai sekarang masih berlaku. Pers diperlukan tetapi juga di takuti.
William L. Rivers, Wilbur Schramm, dan Clifford G. Christians dalam bukunnya, Responsibility in Mass Communication, mengutip kata-kata Aleksander Solzhenitsyn sebagai beriktu:
“ the preses has become the greatest power within western countries, more powerful than the legislature, the executive, and the judiciary. One would then like to ask: by what law has it been elected and to whom is it responsible?”
(pers di Negara-negara barat telah menjadi paling berkuasa, lebih berkuasa dari pada legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Lalu tampaknya orang akan bertanya: dengan undan-undang yang mana pers itu di pilih dan kepada siapa ia bertanggung jawab?
Pandangan para cendikiawan Barat pada pers dengan pengaruhnya yang besar itu terlalu berbobot pada kelembagaan formal. Memang pers tidak dipilih dengan undang-undang seperti halnya lembaga-lembaga legislative, eksekutif, dan yudikatif sebab pers adalah lembaga masyarakat. Karena lembaga-lembaga masyarakat, pers mempunyai tanggung jawab social (social responsibility). Meskipun pers merupakan lembaga social atau lembaga kemasyarakatan yang bertanggung jawab kepada masyarakat, tidak berarti ia tidak mempunyai tanggung jawab nasional (national responsibility), tanggung jawab terhadap Negara dan bangsa. Ini berarti bahwa pers akan membela masyarakat bila pemerintah melakukan tindakan yang merugikan masyarakat. Akan tetapi, bila Negara dan bangsa menghadapi bahaya, pers akan membelanya.
Di Negara merdeka, pers yang memiliki idealism tidak berarti harus menentang pemerintah atau membela rakyat. Oleh karena itu idealisme yang di sandang oleh pers berarti pula ia harus mendukung pemerintah; kalu perlu memuji pemerintah, tetapi tetap dengan argumentasi sebagaiman disinggung di atas. Pers merupakan subsistem dari system pemerintah tempat pers itu beroprasi. Karena pemerintah dilandasi konstitusi, maka landasan dasar operasi pers pun adalah konstitusi.
Bagaiman dengan Indonesia? Pengertian pers di Indonesia telah jelas sebagaiman tercantum dalam undang-undang no. 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan pokok Pers dan Undang-undang No. 21 Tahun 1982 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 11 Tahun 1966. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan sebagai berikut:
Pers adalah lembaga kemasyarakatan, alat perjuangan nasional yang mempunyai karya sebagai salah satu media komunikasi massa, yang bersifat umum berupa penerbitan yang teratur waktu terbitnya diperlengkapi atau tidak diperlengkapi dengan alat-alat milik sendiri berupa percetakan alat-alat foto, klise, mesin-mesin stencil atau alat-alat tehnik lainnya.
Define pers itu menunjukkan bahwa pers di Indonesia tegas-tegas merupakan lembaga kemasyarakatan (social institution), bukan lembaga pemerintah, bukan terompet pemerintah. Mengenai hal ini secara tandas dicantumkan pula dalam Undang-undang No. 21 Tahun 1982 yang berbunyi: “Pers mempunyai hak control, kritik dan koreksi yang bersifat konstruktif.:”
Bahwa pers Indonesia pers Indonesia harus memiliki idealisme yang jelas pula di cantumkan dalam definisi pers di atas, yakni bahwa pers Indonesia merupakan alat perjuangan nasional, bukan sekedar penjual berita untuk mecari keuntungan financial.

C. Falsafah Pers
Seperti juga Negara yang memilki falsafah, pers juga memilki falsafahnya sendiri. Salah satu pengertian dari falsafah adalah tata nilai atau prinsip-prinsip yang dijadikan pedoman dalam menangani urusan-urusan praktis. Falsafah menjadi penting bagi sebuah media pers karena itulah patokan dari semua aspek praktis dari media. Akan bahaya jika media pers akan tidak memahaminya karena bisa jadi pers menjadi media yang tidak punya landasan dan hanya berorientasi pada hal pragmatis semata. Oleh karena itu, akan sama-sama belajar tentang Falsafah Pers.
Falsafah pers disusun berdasarkan sisitem politik yang dianut oleh masyarakat di mana pers bersangkutan hidup. Falsafah pers juga dibedakan sesuai dengan sisitem-sistem politik yang ada di dunia. Falsafah pers tersebut dibedakan menjadi: 1) Authoritarian Theory, 2) Libertarian Theory, 3) Social Responsibility Theory, dan 4) The Soviet Communist Theory.

Authoritarian Theory (Teori Pers Otoriter) diyakini sebagai teori pers yang paling tua yaitu berasala pada abada ke-16. Teori tersebut bersala dari falsafah kenegaraan yang membela kekuasaan absolute. Penetapan tentang kebenaran hanya dipercayakan pada segelintir orang sajayaitu para penguasa. Pada teori ini pers haruslah mendukung kebijakan pemerintah dan mengabdi pada Negara. Menurut Siebert teori masih ada samapai sekarang.
Libertarian Theory (Teori Pers Bebas) mencapai puncaknya pada abad ke-19. dalam teori ini, manusia dianggap sebagai makhluk yang dapat membedakan antara yang benar dan tidak benar. Fungsi pers hanya menjadi mitra dalam upaya pencarian kebenaran. Dalam arti lain pers hanya menggulirkan isu dan beritu kemudia masalah interprestasi “benar” atau “salah” kemudian diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat.
Dalam teori inilah kemudian muncul istilah The Forth Estate atau Pilar Kekuasaan kempat. Sebagiamana dalam Trias Politica Baron de Montesquieu (1689-1755) dimana kekuasaan dibagi menjadi eksekutif, legislative, dan yudikatif maka pers menjadi pilar berikutnya yaitu fungsi kontrol sosial. Menjadi pilar dimana pers menjadi pengawas kebijakan-kebijakan pemerintah.
Sebagaimana gagasan Jhon Milton tentang “self-righting process” (proses menemukan sendiri kebenaran) dan tentang “free market of ideas” (kebebasan menjual gagasan) maka dia berkeyakinan bahwa hanya individulah yang berhak untuk menilai tentang “kebenaran”. Aspek lebih jauhnya adalah bahwa semua gagasan harus memilki kesempatan yang sama ke semua saluran komunikasi dan semua individu punya kesempatan yang sama pula.Dampak dari gagsan yag berkembang tersebut menjadikan pers terlalu berorientasi kepada pasar. Fungsi control sosial akhirnya terpinggirkan oleh kenginan pasar yang lebih menyukai materi pers yang pragmatis.
Teori berikutnya adalah Social Responsibility Theory (Teori Pers Bertanggung Jawab sosial). Teori ini dipandang sebagai turunan dari kedua teori sebelumnya. Munculnya teori ini disebabkan teori pers bebas terlalu menyederhanakan persoalan. Robert Hutchins dkk, (1949) dalam laporan “Commission on the Freedom of the Pers” berpendapat bahwa kemunculan teori pers bertanggungjawab social adlah untuk mengatasi kontradiksi antara kebebasan media massa denagn tanggung jawab sosialnya. Hutchins kemudian kemudian mengajukan 5 persyaratan sebagai pers yang bertanggung jawab kepada masyarakat yang disebut Hutchins Commission.
Yang terakhir adalah The Soviet Communist Theory (Teori Pers Komunis Soviet). Sesuai dengan namanya pers jenis ini lahir di Negara komunis yaitu Uni Soviet, dua tahun setelah revolusi oktober 1917. Sifat dan pola kerjanya juga sama dengan sisitem pemerintahan komunis. Pada teori ini tidak ada istilah kebebasan pers. Pers hanyalah menjadi alat untuk mempertahankan kekuasaan saat itu.
Selain teori-teori di atas terdapat dua teori berikutnya dari Denis McQuail. Dirinya menambahkan dua teori yaitu Teori Pers Pembangunan dan Teori Pers Partisipan demokratik. Teori Pers Pembangunan adalah teori pers pada Negara dunia ketiga atau Negara berkembang. Dalam teori ini pers harus menjadi pendorong positif bagi pembangunan sebuah Negara. Kebabasan pers diartikan dibatasi sesuai dengan prioritas ekonomi dan kebutuhan pembangunan masyarakat.
Teori Pers Partisipan Demokratik lahir di Negara liberal yang maju. Toeri ini muncul sebagai reaksi atas komersialisasi dan monopolisasi media yang dimiliki swasta dan sebagai reaksi atas sentralisme dan dan birokratisasi institusi-institusi siaran public, yang timbul dari norma tuntutan norma tanggungjawab social. Ia melihat bahawa oganisasi siaran public telah terlalu dekat kepada kekuasaan.Teori ini juga mencerminkan kekecewaan terhadap partai-partai politik dan pada sisitem perwakilan yang sudah jauh dari titik idealnya.

0

Media Sosial Adat Budaya Sasak Lombok

Diberdayakan oleh Blogger.

Kalender

Followers

Iklan Baris Murah Meriah

Image and video hosting by TinyPic